Anggie Ariesta
, Jurnalis-Senin, 07 April 2025 |14:52 WIB
Ini Hasil Rapat Menko Airlangga dengan 100 Pengusaha soal Tarif Impor Trump (Foto: Okezone)
JAKARTA – Pemerintah merespons kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah telah melakukan rapat koordinasi dengan lebih dari 100 asosiasi industri guna menyerap masukan terkait dampak tarif tersebut, serta merumuskan langkah strategis ke depan.
"Kami menggelar rapat koordinasi hari ini untuk menghimpun masukan dari para pelaku industri atas kebijakan tarif yang dikenakan oleh Presiden Trump melalui International Emergency Economic Powers Act dan National Emergency Act," ujar Airlangga usai pertemuan, Senin (7/4/2025).
1. Tarif Impor AS
Mulai 5 April, AS memberlakukan tarif sebesar 10% dan akan meningkat menjadi 32% mulai 9 April mendatang terhadap sejumlah produk Indonesia. Sektor makanan dan pakaian menjadi yang paling terdampak, mengingat keduanya merupakan sektor ekspor andalan Indonesia.
Meski demikian, Indonesia melihat peluang di tengah tantangan ini. Airlangga menegaskan bahwa pasar AS tetap penting dan strategis bagi produk-produk Indonesia. Pemerintah pun tengah mempersiapkan proposal konkret yang akan diajukan kepada USTR (United States Trade Representative) sebagai bagian dari upaya negosiasi.
"Presiden Prabowo telah memberikan arahan agar Indonesia segera merespons. Komunikasi intensif telah dilakukan, baik dengan Presiden AS Donald Trump maupun dengan sejumlah pimpinan negara ASEAN," kata Airlangga.
2. Pendekatan Diplomatik
Sebagai tindak lanjut, Indonesia akan mendorong pendekatan diplomatik dan kerja sama regional. Dalam pertemuan ASEAN yang akan digelar pada 10 April mendatang, Menteri Perdagangan Indonesia dijadwalkan hadir untuk membahas langkah bersama menghadapi kebijakan tarif AS.
"ASEAN akan mengutamakan jalur negosiasi, bukan retaliasi. Indonesia bersama Malaysia akan mendorong pembaruan kerangka kerja Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) dengan Amerika, karena TIFA yang ditandatangani sejak 1996 sudah tidak relevan dengan situasi saat ini," jelasnya.