Ketua PN Jaksel Terjerat Kasus Suap Rp60 Miliar, Prof Henry: Sangat Disayangkan!

2 days ago 5

 Sangat Disayangkan!

Ilustrasi korupsi (Foto: Dok Okezone)

JAKARTA – Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar, Prof Henry Indraguna, menyayangkan terjadinya kasus dugaan suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan hakim. Di mana, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima suap Rp60 miliar.

Uang tersebut diduga turut dibagikan ke tiga hakim yang kini juga sudah menjadi tersangka, yakni Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom dan Djuyamto. Ketiganya merupakan majelis hakim saat sidang kasus korupsi CPO bergulir di PN Jakarta Pusat. Sementara Arif, saat itu masih menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. 

Menurut Wakil Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Kongres Advokat Indonesia (KAI) periode 2024-2029, sebagai pimpinan pengadilan, Arif Nuryanta seharusnya menjalankan tugas dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan. Termasuk dalam hal distribusi perkara, penugasan hakim, serta memastikan proses peradilan berjalan secara profesional dan berintegritas.

"Sangat disayangkan, Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, karena diduga menerima suap Rp60 miliar terkait putusan lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah yang telah merugikan negara," ujar Henry lewat keterangan tertulis, Senin (14/4/2025).

Wakil Ketua Umum BAPERA periode 2025–2030 itu mengapresiasi tim penyidik Kejaksaan Agung atas keberanian dan ketegasan mereka dalam mengusut kasus ini. Di mana, sejumlah pihak berhasil dijerat, termasuk Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, serta dua advokat yakni Marcella Santoso dan Ariyanto.

"Arif Nuryatna diduga menerima suap Rp60 miliar, untuk mengatur putusan lepas dalam perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dengan terdakwa korporasi," ujarnya.

Henry menambahkan, uang suap atau gratifikasi tersebut diduga disalurkan melalui Wahyu Gunawan, yang disebut sebagai orang kepercayaan Arif di lingkungan pengadilan.

Dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, tim penyidik menemukan bukti-bukti berupa dokumen dan sejumlah uang dalam berbagai mata uang. Disampaikan Dirdik Jampidsus Abdul Qohar, di antaranya adalah amplop berisi 65 lembar pecahan 1.000 dolar Singapura dan 72 lembar 100 dolar AS. Selain itu, dari tas milik Arif Nuryanta juga ditemukan 23 lembar uang pecahan 100 dolar AS, 1 lembar uang pecahan 1.000 dolar Singapura. 

Kemudian, 3 lembar uang pecahan 50 dolar Singapura, 11 lembar uang pecahan 100 dolar Singapura, 5 lembar uang pecahan 10 dolar Singapura, dan 8 lembar uang pecahan 2 dolar Singapura. Sementara di dompet Arif, ditemukan 7 lembar uang pecahan Rp100.000, 235 lembar pecahan Rp100.000, 33 lembar pecahan Rp50.000.

Lalu, 3 lembar pecahan 50 ringgit, 1 lembar pecahan 100 ringgit, 1 lembar pecahan 5 ringgit dan 1 lembar pecahan 1 ringgit. Uang suap yang diduga diberikan tersangka Marcella Santoso dan Aryanto kepada Arif senilai Rp60 miliar melalui Wahyu Gunawan untuk pengurusan perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dengan tujuan agar majelis hakim menjatuhkan vonis ontslag atau tidak terbukti.

Abdul Qohar, menyatakan, barang bukti yang ditemukan menunjukkan indikasi kuat praktik suap dan gratifikasi dalam proses pengambilan putusan perkara korupsi CPO. Adapun penggeledahan terhadap para tersangka dilakukan pada Jumat 11 Aoril 2025 dan Sabtu 12 April 2025 di sejumlah lokasi di Jakarta dan daerah lain.

"Penyidik menemukan adanya alat bukti, baik berupa dokumen dan berupa uang yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi, suap atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Qohar, Minggu 13 April 2025.

(Arief Setyadi )

Read Entire Article
Desa Alam | | | |