Berawal dari sebuah toko kecil di sudut Jalan Malioboro, Batik Rianty kini berhasil menembus panggung prestisius New York Fashion Week. (Foto: Okezone.com/MPI)
JAKARTA – Berawal dari sebuah toko kecil di sudut Jalan Malioboro, Batik Rianty kini berhasil menembus panggung prestisius New York Fashion Week. Tak sekadar membawa warisan budaya ke kancah global, perjalanan ini menjadi kisah inspiratif tentang adaptasi dan inovasi lintas generasi.
Batik Rianty didirikan 18 tahun lalu oleh Angelina Rianty, seorang pengusaha batik asal Yogyakarta yang berasal dari keluarga pebisnis ritel. Berbekal kecintaan terhadap budaya dan pengalaman panjang dalam mengelola toko fisik, Angelina membuka gerai pertamanya di kawasan strategis Jalan Malioboro, pusat pertemuan wisatawan dan pencinta batik.
Estafet Generasi dan Inovasi Digital
Putra Angelina, Aditya Suryadinata, mengambil alih usaha ini dengan membawa perspektif baru. Setelah menempuh pendidikan teknik sipil di Bandung dan meraih gelar magister di London, Aditya memanfaatkan pengalaman belanja online di luar negeri untuk mengembangkan bisnis keluarga secara digital.
Ia memulai dari nol: satu karyawan, satu komputer, dan promosi lewat Facebook. Saat itu, omzet bulanan hanya Rp700 ribu. Namun perlahan, dengan hadirnya marketplace seperti Shopee dan perubahan perilaku belanja masyarakat, langkah digital Batik Rianty mulai membuahkan hasil.
“Kami salah satu pionir batik yang masuk ke ranah online,” ujar Aditya.
Transformasi Desain dan Pasar
Dari motif klasik batik soga yang kerap diasosiasikan dengan gaya tradisional, Batik Rianty mulai mengembangkan koleksi yang lebih kekinian. Mereka menggabungkan batik dengan siluet modern, serta menciptakan konsep couple dan family wear. Kini, batik Rianty bisa dipakai kapan saja, di mana saja.
Mayoritas produk yang dijual adalah batik hasil printing — strategi yang disesuaikan dengan pasar online yang sangat visual.
“Batik tulis itu mahal dan sulit dijual ke pembeli pertama. Tapi yang penting mereka suka dulu. Setelah itu baru bisa dikenalkan ke batik tulis,” jelas Aditya.
Melewati Badai, Tumbuh di Era Pandemi
Pandemi COVID-19 menjadi titik balik penting. Toko fisik sempat tutup selama enam bulan, namun penjualan online justru melonjak tajam. Batik Rianty aktif di semua platform, memanfaatkan fitur live shopping dan program paylater.
Hingga kini, sekitar 70% penjualan masih berasal dari kanal offline, dengan 18 titik penjualan dan dua toko utama di Malioboro dan BSD. Namun kanal online dinilai sangat penting untuk menjangkau konsumen baru dan memperkuat citra merek.