Indonesia Diprediksi Panas Ekstrem Saat Kemarau: Waspadai Kesehatan, Karhutla hingga Kekeringan

17 hours ago 2

 Waspadai Kesehatan, Karhutla hingga Kekeringan

Ilustrasi Kekeringan. Foto: Dok IST>

JAKARTA - Indonesia diprediksi akan mengalami cuaca panas ekstrem ketika memasuki musim kemarau. Sejumlah hal diwaspadai terkait hal itu, di antaranya adalah kesehatan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga kekeringan. 

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengungkapkan bahwa, masyarakat harus mewaspadai dampak cuaca panas ekstrem seperti dehidrasi dan heat stroke yang menjadi risiko utama, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, serta pekerja yang beraktivitas di luar ruangan dalam waktu lama. 

"Selain itu, suhu tinggi yang berlangsung terus-menerus dapat memicu kekeringan lokal dan menyebabkan berkurangnya ketersediaan air bersih di sejumlah wilayah, yang berdampak pada aktivitas harian dan kesehatan masyarakat," kata Guswanto, Sabtu (3/5/2025). 

Selain faktor kesehatan, masyarakat juga diharapkan untuk mengantisipasi beberapa hal seperti karhutla dan kekeringan. Khususnya di wilayah yang telah dipetakan rawan. 

"Dalam jangka yang lebih luas, kondisi cuaca yang panas dan kering juga meningkatkan potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di daerah-daerah yang rawan dan minim curah hujan dalam beberapa waktu ke depan," ujarnya. 

BMKG menyatakan bahwa saat ini wilayah Indonesia sudah berada pada musim peralihan hujan ke kemarau atau pancaroba. Pada masa ini, cuaca cenderung cerah di pagi hingga siang hari, sehingga radiasi matahari yang masuk lebih maksimal dan menyebabkan suhu permukaan naik tajam.

Hal ini, kata Guswanto, karena Indonesia secara geografis berada di sekitar garis ekuator. "Pada awal Mei 2025, deklinasi matahari tercatat di sekitar 11,2° Lintang Utara, yang artinya sebagian wilayah Indonesia masih berada dalam jalur lintasan penyinaran matahari yang cukup optimum. Kondisi ini memperkuat pemanasan permukaan, terutama saat langit cerah, kelembapan udara rendah, dan pergerakan angin lemah," jelas Guswanto.

Read Entire Article
Desa Alam | | | |