
Ilustrasi hiburan pertunjukan musik. (Foto: Freepik/Drazen Zigic)
JAKARTA - Bayangkan suasana Jakarta di akhir pekan: lampu panggung yang menyala, dentuman musik dari stadion terbuka, dan tawa keluarga yang menikmati wahana rekreasi. Semua momen itu bukan hanya menghadirkan hiburan, tetapi juga menggerakkan roda pembangunan kota lewat Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Sebagai ibu kota, Jakarta selalu punya alasan untuk hidup 24 jam. Aktivitas seni dan hiburannya tidak pernah berhenti; dari konser internasional, pertunjukan teater, festival budaya, hingga bioskop dan taman bermain, semuanya berdenyut dalam satu energi kreatif yang khas.
Namun ada cerita lain di balik setiap tiket yang kita beli. Cerita tentang bagaimana PBJT memainkan peran penting dalam membesarkan industri hiburan sekaligus membantu Jakarta berkembang.
Pajak yang Menghidupkan Kota
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda DKI Jakarta Morris Danny menegaskan, PBJT untuk jasa kesenian dan hiburan dikenakan pada berbagai kegiatan: konser, pementasan drama, pertunjukan seni, bioskop, hingga wahana rekreasi keluarga.
Bagi banyak orang, pajak hanya terdengar seperti urusan administrasi. Tapi di Jakarta, pajak ini punya misi yang lebih besar.
“Setiap rupiah dari pajak hiburan kembali ke masyarakat dalam bentuk nyata seperti pembangunan fasilitas umum, peningkatan layanan publik, hingga program kesejahteraan sosial. Dengan begitu, warga ikut andil dalam menciptakan Jakarta yang lebih layak dan lebih nyaman untuk ditinggali, katanya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus mendorong lahirnya ekosistem seni dan hiburan yang sehat, transparan, dan makin kompetitif. Kepatuhan pelaku industri hiburan dalam membayar PBJT menjadi bukti bahwa pertumbuhan kota bisa berjalan seiring dengan tanggung jawab.
















































