Kronologi Berdarah Perang Bubat, Pasukan Sunda Tak Terima Perkataan Utusan Gajah Mada

6 hours ago 4

Kronologi Berdarah Perang Bubat, Pasukan Sunda Tak Terima Perkataan Utusan Gajah Mada

Kronologi Berdarah Perang Bubat, Pasukan Sunda Tak Terima Perkataan Utusan Gajah Mada (Foto : Istimewa)

KERAJAAN Sunda akhirnya mendatangi Majapahit untuk mengantarkan anak raja menikahi Hayam Wuruk. Ajakan dari Gajah Mada membuat keluarga calon mempelai perempuan justru mendatangi calon mempelai pria. Kedatangan rombongan Sunda itu juga diiringi oleh Raja Maharaja Linggabuana Wisesa, istri, dan pejabat tinggi istana. Peritiwa itu terjadi sesaat sebelum pecahnya Perang Bubat.

Pada waktu yang telah diputuskan, Prabu Maharaja Linggabuana Wisesa beserta permaisuri dan beberapa bangsawan istana Sunda berangkat ke Majapahit untuk mengantarkan Dyah Pitaloka dan sekaligus melangsungkan pesta perkawinan di ibu kota Majapahit.

Rombongan yang bermaksud menikahkan putri cantik raja, membuat pasukan Prabu Maharaja Linggabuana Wisesa tak banyak yang ikut. Perjalanan jauh akan mereka tempuh dari Galuh menuju ibu kota Majapahit yang ada di Trowulan. 

Laut Warna Merah

Ratusan rakyat menghantar sang putri beserta raja dan punggawa menuju pantai. Sesampai di pantai, mereka menyaksikan laut berwarna merah darah yang melambangkan bahwa rombongan itu tidak bakal kembali ke negeri kelahirannya. Namun pertanda itu tidak dihiraukan oleh Linggabuanawisesa dan rombongannya, dikutip dari "Hitam Putih Gajah Mada". 

Dari beberapa sumber referensi sejarah terungkap, pernikahan itu dimaksudkan untuk mempererat tali persaudaraan yang sekian lama putus antara Majapahit dengan Sunda. Mengingat Dyah Wijaya yang menjadi pendiri Kerajaan Majapahit dianggap sebagai keturunan Rakeyan Jayadarma atau Raja Sunda. Hal tersebut pula tercatat dalam Pustaka Rajyatajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 3.

Sesudah rombongan Sunda sampai di Pesanggrahan Bubat, datanglah utusan Gajah Mada yang menyampaikan maksud Gajah Mada agar Dyah Pitaloka Citraresmi diserahkan ke Kerajaan Majapahit sebagai tanda takluk Sunda terhadap Majapahit. Prabu Maharaja Linggabuanawisesa merasa harga dirinya terinjak-injak dengan perlakuan Gajah Mada itu. 

Namun, sebagai seorang pemimpin yang arif, Linggabuana Wisesa tidak bertindak gegabah untuk serta merta mengadakan perlawanan di tempat itu. Namun, kearifan hati Linggabuanawisesa tidak diikuti oleh seluruh anak buahnya. Dalam situasi demikian, rombongan dari Sunda merasa dilecehkan. 

Read Entire Article
Desa Alam | | | |