Feby Novalius
, Jurnalis-Jum'at, 05 September 2025 |14:07 WIB
Lindungi Pekerja Migran, Calo Nakal dan Biaya Selangit Jadi Target Aturan Baru (Foto: Freepik)
JAKARTA - Pemerintah menyusun aturan baru untuk memperkuat perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), menyusul berakhirnya Perpres 130 Tahun 2024. Aturan ini akan menargetkan langsung persoalan akut seperti agensi perekrutan ilegal, biaya penempatan yang mencekik, hingga minimnya akses jaminan sosial di negara penempatan.
Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) mengumpulkan belasan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan akademisi untuk bersama-sama merancang Peraturan Presiden (Perpres) baru yang akan menjadi payung hukum perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Langkah ini menandai pergeseran fundamental dalam penyusunan kebijakan, di mana pemerintah secara aktif melibatkan masyarakat sipil sejak awal proses demi memastikan perlindungan yang menyeluruh dan relevan dengan realitas lapangan.
Peralihan tugas dan fungsi koordinasi isu PMI dari Kemenko Perekonomian ke Kemenko Pemberdayaan Masyarakat sejak Maret 2025 menjadi momentum untuk merombak aturan secara lebih komprehensif.
Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Perlindungan Pekerja Migran Leon Alpha Edison menjelaskan, keterlibatan OMS adalah kunci agar aturan baru tidak menjadi sekadar formalitas.
"Pemerintah berkomitmen penuh untuk melindungi dan memberdayakan pekerja migran kita, para Pekerja Migran Indonesia. Aturan lama sudah berakhir, dan sekarang adalah momentum untuk membuat aturan baru yang jauh lebih baik dan lebih manusiawi dengan melibatkan semua unsur di luar pemerintah," ujar Leon, Jumat (5/9/2025).
Leon menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan sengaja mengundang partisipasi bermakna dari masyarakat sipil untuk mendapatkan masukan yang otentik dari lapangan.
"Sesuai arahan Presiden, tugas ini sekarang dikoordinasikan oleh Kemenko Pemberdayaan Masyarakat. Kami ingin memastikan perlindungan bagi PMI itu total, dari hulu sampai hilir: sejak dari kampung halaman, saat bekerja di luar negeri, sampai mereka kembali ke tanah air," ujarnya.
Pada tahun 2024 tercatat sekitar 3,9 juta PMI yang bekerja di luar negeri, dengan kontribusi remitansi mencapai USD15,7 miliar atau setara Rp248,8 triliun yang menjadi penopang penting perekonomian nasional.
Namun, di balik kontribusi besar tersebut, para PMI masih menghadapi tantangan serius, mulai dari praktik agensi perekrutan nakal, biaya penempatan yang mencekik, hingga akses jaminan sosial yang belum optimal di negara penempatan.
Kondisi inilah yang mendorong pemerintah untuk menghadirkan aturan baru yang lebih tegas, adil, dan berpihak agar perlindungan bagi PMI dapat dirasakan secara nyata.
"Kita semua sering dengar masalah di lapangan. Ada biaya penempatan yang mahal, calo atau agensi nakal, hingga perlindungan jaminan sosial seperti BPJS yang sulit diakses di negara penempatan. Ini yang mau kita bereskan," tegasnya.