Mengenal Asal-usul Gowok, Kamasutra Jawa dalam Budaya Kuno. (Ilustrasi Wanita Jawa Kuno : KITLV Leiden)
TRADISI Jawa Gowok kembali menjadi sorotan publik setelah film garapan sutradara Hanung Bramantyo hadir di layar lebar. Film berjudul 'Gowok: Kamasutra Jawa' ini dibintangi oleh Lola Amaria sebagai Nyai Santi, sosok Gowok legendaris, serta aktor Reza Rahadian sebagai tokoh pria utama.
Tradisi Gowok dikenal sebagai salah satu warisan budaya Jawa kuno yang muncul sebelum era kemerdekaan dan masih bertahan hingga sekitar tahun 1950-an. Film ini ramai diperbincangkan karena mengangkat tema pendidikan seksual bagi remaja dan pria dewasa yang akan menikah—di mana mereka “disekolahkan” kepada seorang perempuan yang disebut Gowok untuk belajar tentang seksualitas dan kehidupan rumah tangga.
Terkait hal itu, Sejarawan UIN Raden Mas Said Surakarta Latif Kusairi, menjelaskan tradisi Gowok merupakan bentuk pendidikan informal di mana seorang pemuda, biasanya anak pejabat atau bangsawan, dibimbing oleh seorang perempuan dewasa dalam memahami peran suami, baik secara seksual maupun emosional.
“Sejauh ini kami belum menemukan babad atau serat yang secara eksplisit menggambarkan tradisi Gowok. Tradisi ini berkembang secara lisan, melalui pitutur atau cerita turun-temurun,” jelas Latif kepada Okezone, Minggu (15/6/2025).
Menurutnya, praktik Gowok berkembang di wilayah pedalaman Jawa Tengah, seperti Temanggung, Banyumas, dan Cilacap. Tradisi ini hidup di masa penjajahan Belanda hingga awal kemerdekaan, dan mulai menghilang seiring masuknya pengaruh agama yang lebih kuat serta akses informasi yang semakin luas.
“Kemunculannya diperkirakan sekitar tahun 1900-an hingga 1950-an. Tradisi ini mulai memudar ketika penyebaran agama Islam berlangsung secara masif dan masyarakat mulai memiliki akses terhadap informasi dari luar,” terang Latif, yang juga Dosen Program Studi Sejarah Peradaban Islam di UIN Raden Mas Said Surakarta.