Tim Okezone
, Jurnalis-Jum'at, 17 Oktober 2025 |17:50 WIB
Menyingkat Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Jadi SAW, Apa Hukumnya? (Ilustrasi/Okezone)
JAKARTA - Apa hukumnya menyingkat Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjadi SAW. Begitu pula dengan penyingkatan Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang disingkat menjadi SWT.
Diketahui, singkatan ini banyakan ditemukan berbagai penulisan. Lalu apa hukumnya?
Terkait hal ini, sebagian ulama kontemporer, seperti Syaikh ‘Abdullah bin Baz, menilai tindakan ini tidak selayaknya dilakukan. Menurutnya, menyingkat shalawat dapat mengurangi adab terhadap Rasulullah, bahkan minimal hukumnya makruh tahrim (sangat dimakruhkan). Ia mengingatkan penulis Muslim menjaga kesempurnaan adab ketika menyebut nama Nabi.
Melansir laman Muhammadiyah, Jumat (17/10/2025), pendapat ini sejalan dengan pandangan klasik yang diutarakan Ibn Shalah dalam Muqaddimah-nya. Ia menulis, seorang penulis hadis hendaknya selalu menuliskan shalawat dan salam secara lengkap setiap kali menyebut nama Rasulullah. Ibn Shalah bahkan mengingatkan agar tidak menulis shalawat hanya dalam bentuk dua huruf atau simbol.
Namun, yang menarik, Ibn Shalah mengakui, ketidakbolehan itu tidak berdasarkan nash syar‘i (Al-Qur’an atau hadis), melainkan bersumber dari pengalaman spiritual (manamat shalihah), yakni mimpi orang-orang saleh yang menegur agar tidak menyingkat shalawat. Dalam metodologi fikih, mimpi seperti ini tidak bisa dijadikan dasar hukum yang kuat.
Jika dilihat lebih menyeluruh, semangat larangan Ibn Shalah sejatinya bukan untuk mengharamkan penyingkatan, tetapi agar kaum Muslimin tidak lalai dari keutamaan bershalawat. Itu karena ia juga mencatat adanya ulama besar seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang tidak menuliskan shalawat di setiap penyebutan nama Nabi dalam naskah hadis. Alasannya sederhana: agar tidak disangka sebagai bagian dari matan hadis.
Fakta ini menunjukkan, penyingkatan atau bahkan penghilangan lafal shalawat dalam teks bukanlah bentuk penghinaan, melainkan pertimbangan teknis penulisan.
Dengan demikian, menulis “Nabi Muhammad SAW” tidaklah serta-merta dianggap melanggar adab, selama tidak disertai niat merendahkan Rasulullah.