Pro Kontra Luas Rumah Subsidi Diperkecil. (Foto: Okezone.com/PU)
JAKARTA - Rencana memperkecil luas tanah dan bangunan rumah subsidi menjadi 25 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi menuai pro dan kontra. Namun Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP) Fahri Hamzah menegaskan bahwa rumah subsidi standar minimal tipe 36 dan 40, sebagaimana telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi, demi menjamin kelayakan dan kesehatan hunian rakyat.
"Secara umum konsep untuk rumah rakyat harus layak, harus besar, harus sehat. Karena itulah kita memakai standar tipe 36 dan 40 itu minimal untuk rumah rakyat," kata Wamen PKP, dikutip dari Antara, Rabu (4/6/2025).
Sebelumnya diberitakan melalui draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, pemerintah berencana untuk memperkecil luas tanah dan bangunan rumah subsidi.
Untuk rumah tapak, luas tanah paling kecil akan menjadi 25 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi. Sementara, luas bangunan diatur paling rendah 18 meter persegi dan paling luas 36 meter persegi.
Menanggapi hal itu, Fahri menyebut pemerintah mengikuti desain rumah sehat yang direkomendasikan lembaga internasional seperti Habitat for Humanity, dengan memperhatikan aspek kesehatan, keamanan, serta ruang interaksi dalam keluarga.
Menurutnya, rumah subsidi dirancang untuk jangka panjang, bukan sekadar tempat tinggal sementara, melainkan wadah membentuk keluarga sehat, tempat belajar anak, dan interaksi sosial yang mendukung kehidupan berkualitas.
Ia menegaskan bahwa konsep rumah rakyat berbeda dari rumah sewa atau kos-kosan karena fungsinya lebih kompleks, sehingga membutuhkan ruang yang layak dan memadai untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
"Rumah itu kan dibangun kepentingan jangka panjangnya adalah untuk menciptakan keluarga yang sehat, ada tempat belajar, aman, dan seterusnya. Ada space untuk berdialog antara keluarga dan sebagainya. Beda dengan kos-kosan atau rumah transit atau rumah sewa untuk satu orang, itu beda," katanya lagi.