Toleransi Beragama di Era Raja Airlangga, Selalu Dekat dengan Pendeta

11 hours ago 4

Toleransi Beragama di Era Raja Airlangga, Selalu Dekat dengan Pendeta

Toleransi Beragama di Era Raja Airlangga, Selalu Dekat dengan Pendeta (Foto Ilustrasi: Freepik)

AIRLANGGA disebut sebagai raja yang kerap memerintahkan pendirian bangunan suci untuk beribadah. Tak heran memang ketika ia melarikan diri dari penyerangan sekutu Kerajaan Sriwijaya ketika Mataram Kuno masih ada ia memilih tinggal di hutan belantara dan menjadi pertapa. 

Maka ketika Airlangga kembali diminta rakyatnya untuk turun gunung dan membangun kerajaan baru bernama Kerajaan Kahuripan, ia sangat memperhatikan kehidupan beragama. Airlangga saat memerintah di Kahuripan sangat memperhatikan kemajemukan, pluralisme, dan memelihara kehidupan beragama, yang baik, serta sejumlah bangunan suci.

Walaupun agama yang banyak dianut oleh rakyatnya adalah Hindu dan Buddha, namun ia sangat menghargai keragaman aliran-aliran yang muncul, sebagaimana dikisahkan pada "Airlangga Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI", dari Ninie Susanti.
 
Ritus kehidupan keagamaan sangat ditekankan baik oleh dirinya maupun rakyatnya. Hal ini barangkali telah diawali dengan masa penempaan dirinya dalam tapa yang dilakukan. Sejak awal keberadaannya di Jawa, yaitu sejak ia melarikan diri ke hutan setelah peristiwa Mahapralaya. 

Airlangga disebut hidup di pertapaan dan berpakaian seperti pertapa serta hidup seperti pertapa dan tak putus-putusnya melakukan pemujaan pada dewa. Sebagian ahli berpendapat bahwa keberadaan Airlangga di pertapaan di hutan disebabkan karena ia melarikan diri dan menyamar supaya tidak diketahui oleh musuhnya. 

Namun, De Casparis tidak setuju dengan anggapan tersebut. Ia mengatakan bahwa masa tersebut lebih cocok dianggap sebagai "masa persiapan rohani" bagi Airlangga, yakni persiapan rohani untuk perjuangan yang akan dihadapinya untuk membangun kembali negaranya kembali. 

Pada masa itu Airlangga dan pengiringnya termasuk Narottama hidup sebagai pertapa dan mentaati segala kewajiban yang diberlakukan di situ. Prasasti Pucangan Sansekerta memakai istilah yakni berpakaian dari kulit pohon. Pada umumnya kewajiban-kewajiban di pertapaan meliputi yoga, yaitu latihan-latihan jasmani dan rohani untuk dapat mengatasi segala jenis hawa nafsu, rintangan dan memusatkan pikirannya semata- mata kepada cita-cita yang luhur.

Selain itu, Airlangga membuat perjanjian dengan sumpahnya bahwa akan terus mementingkan nilai- nilai rohani, apabila berhasil mengusir musuh dan mempersatukan kembali kerajaannya. Sebab itu, "masa persiapan rohani" ini sangat penting untuk memahami perilaku dan kebijakan Airlangga di kemudian hari setelah menjadi raja.

Read Entire Article
Desa Alam | | | |