Taufik Fajar
, Jurnalis-Sabtu, 03 Mei 2025 |01:58 WIB
Zonasi Larangan Jualan Rokok (Foto: Okezone)
JAKARTA - Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) terus menuai kontroversi sehingga muncul desakan deregulasi dari berbagai pihak. Desakan tersebut tidak hanya berasal dari industri hasil tembakau, tetapi juga dari sektor periklanan luar ruang dan pedagang tradisional yang menghadapi penurunan pendapatan signifikan.
Regulasi yang membatasi iklan dan promosi produk tembakau ini memiliki efek domino yang luas. Industri periklanan luar ruang, yang selama ini mengandalkan pendapatan dari iklan rokok, kini tercekik. Larangan pemajangan iklan dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak dianggap terlalu ketat dan tidak relevan untuk menekan prevelansi perokok.
1. Omzet Pedagang Turun
Pedagang tradisional merasakan dampak negatif dari penerapan PP 28/2024 sehingga mengalami kerugian yang signifikan.
Sekjen DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburrahman, mengakui adanya penurunan omzet hingga 30% bagi pedagang rokok di pasar tradisional. Penurunan daya beli masyarakat secara umum dan maraknya penjualan daring juga turut berkontribusi.
Mujiburrahman menyoroti perubahan perilaku konsumen yang kini lebih memilih membeli rokok secara sembunyi-sembunyi, mengarah pada peningkatan penjualan rokok ilegal.
"Penjualan rokok tidak sepenuhnya menurun, hanya berganti cara belinya menjadi lebih tertutup," katanya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/5/2025).