RI Butuh Langkah Politik Sikapi Tarif Trump. (Foto: Okezone.com)
JAKARTA - Guru Besar Ilmu Ekonomi, Didik J Rachbini menilai tarif impor yang dikenakan Presiden AS Donald Trump lebih kuat nuansa politik dibanding ekonomi. Oleh karena itu, dirinya berharap respons pemerintah terhadap keputusan Trump setara dengan politik juga.
“Sekarang dalam situasi terguncang-guncang dan gonjang ganjing karena ulah satu orang yang berkuasa (langkah politik) yang berlaku bukan lagi teori ekonomi tetapi politik,” tulis Didik yang juga Rektor Universitas Paramadina, Kamis (10/4/2025).
Memang, kata Didik, sejatinya 80% atau lebih dari ekonomi adalah politik. Sebaliknya, dua pertiga atau lebih dari politik adalah ekonomi.
Karena itu, analisa teori ekonomi dari pendirinya Adam Smith adalah analisa ekonomi politik, yakni bagaimana kekayaan diciptakan, disistribusikan dan dipengaruhi secara politik dan ekonomi antara pelaku ekonomi individu, pasar dan pemerintah.
Menurut Adam Smith kesejateraan bisa terwujud karena interaksi pelaku individu, pasar dan pemerintah. Sistem Merkantilisme yang mengutamakan proteksi dan intervensi negara tidak akan menciptakan kesejahteraan masyarakat sehingga perdagangan antar negara juga semestinya berlaku atas asas keuntungan komparatif dan kompetittf masing-masing negara sehingga keduanya dapat saling mengambil keuntungan secara sendiri masing-masing dan secara bersama.
Namun demikian, lanjut Didik, teori ini tidak berlaku lagi pada masa sekarang di mana politik adalah panglima yang menentukan kebijakan ekonomi, meskipun menabrak asas hukum ekonomi yang seharusnya berlaku.
“Jadi betul Menteri Keuangan ketika berbicara berbicara di hadapan ekonom, anggota ISEI dan asosiasi. Pengusaha bahwa asas, hukum dan teori ekonomi tidak bisa dipakai lagi. Kebijakan ekonomi tidak lagi memadai atau bahkan bisa lagi diandalkan untuk menghadapi lengkah politik presiden Amerika Serikat ini,” ujarnya.
Lalu untuk apa kita membuat kebijakan ekonomi terhadap masalah ekonomi, yang akarnya adalah politik dan tgerjadi di dalam sistem dan proses politik?
Karena itu, Didik berharap respons kebijakan pemerintah adalah menukik ke akar masalahnya yakni politik. Karena itu, mari kita beranjak masuk ke siklus kebijakan politik untuk merepons masalah-masalah ekonomi yang terjadi karena praktek kebijakan politik yang tidak berbasis asas dan hukum ekonomi.
Pertama adalah antisipasi politik dan kebijakan pada level kesadaran (cognitive) dan para pengambil keputusan, dunia usaha dan masyarakan luas.
“Kita harus menyadari dan menerima kenyataan pahit dan rasa campur aduk bahwa proses politik dan demokrasi bisa mendadak menghasilkan orang aneh seperti Donald Trump. Produk turunannya adalah politik juga, yang tiba-tiba membuat kebijakan yang tidak masuk nalar teori dan asas hukum ekonomi. Seluruh tatanan ekonomi dan perdagangan dunia yang didasarkan pada asas dan hukum ekonomi sudah dengan sendirinya roboh dan ambruk karena politik dan secara politik sah di negara demokrasi seperti Amerika Serikat,” ujarnya.
Kemudian setelah menyadari masalah ini, pemerintah dalam hal ini presiden harus mengambil jalan politik juga karena akar masalah dari masalah ini adalah politik. Pasalnya, akibat dan dampak dari tarif Trump ini sudah pasti terjadi. Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sekitar 11-13% dari total ekspor ke seluruh dunia, bagian ini yang akan terkena dampak langsung. Andaikan ke depan ekspor ke AS ini terkena dampak penurunan sekitar 30%, maka dampaknya terhadap total ekspor Indonesia sekitar 3-4%.
“Porsi inilah yang harus segerfa digantikan dengan pasar baru dan kesepakatan baru dengan negara-negara lain, yang juga terkena dampaknya,” ujarnya.
Karena itu, Indonesia sebagai negara besar perlu melakukan konsolidasi politik membuat poros ketiga Bersama Asean, Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, Taiwan), India.
Amerika Latin (Brazil, Meksiko). Sejatinya dan secara politik kesintingan Trump ini adalah head to head dengan China, kita tidak perlu masuk ke dalam kutub tersebut.