Arief Setyadi
, Jurnalis-Selasa, 17 Juni 2025 |22:43 WIB
Ilustrasi korupsi (Foto: Dok Okezone)
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp692 miliar. Pada hari ini, Selasa 17 Juni 2025, Kejagung kembali memeriksa 11 saksi dari mantan direktur hingga pegawai.
Menurut Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor, Dendy Zuhairil Finsa, Kejagung perlu melakukan audit forensik pasca-Sritex pailit. Ia menganggap langkah tersebut diperlukan untuk menelusuri kemungkinan adanya pengalihan aset Sritex secara ilegal.
Dengan dinyatakan pailit, Sritex tak lagi memiliki kewajiban untuk membayar utang, sementara para pemilik perusahaan masih memiliki harta kekayaan yang melimpah. "Kasus ini mencerminkan titik lemah sistem hukum dan regulasi korporasi di Indonesia," kata Dendy, dikutip Selasa (17/6/2025).
Dendy menambahkan, sistem akuntabilitas korporasi di Indonesia harus mampu menjerat pengendali perusahaan secara pribadi jika memang melakukan pelanggaran hukum. Bukan sebaliknya, malah berlindung dari tanggung jawab saat perusahaannya runtuh karena praktik rasuah.
Aset pribadi menurut Dendy bisa disita jika memang terbukti menggunakan perusahaan untuk memperkaya diri dengan cara melawan hukum. Menurutnya, piercing the corporate veil atau menembus batas entitas hukum perseroan untuk membawa pemilik ke dalam tanggung jawab pribadi bisa digunakan dalam perkara ini.
"Audit forensik pascapailit harus dilakukan untuk menelusuri kemungkinan adanya pengalihan aset secara ilegal. Jika terbukti ada korupsi yang melibatkan keuangan negara, maka mereka bisa dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor," katanya.