Lagi Ngetren Hipogami, Apa Dampak Negatifnya Buat Wanita?

3 days ago 12

Lagi Ngetren Hipogami, Apa Dampak Negatifnya Buat Wanita?

Lagi Ngetren Hipogami, Apa Dampak Negatifnya Buat Wanita? (Foto: Freepik)

JAKARTA - Lagi Ngetren Hipogami, Apa Dampak Negatifnya Buat Perempuan? Istilah "hipogami" menjadi lebih populer belakangan ini, terutama di media sosial.

Menurut kamus Oxford, hipogami adalah kondisi perkawinan di mana perempuan memiliki status sosial yang lebih tinggi daripada pasangannya. Wanita biasanya memiliki status sosial yang lebih rendah daripada pria dalam hipergami, sedangkan hipogami adalah kebalikannya.

Fakta bahwa wanita memilih pasangan yang memiliki status sosial atau ekonomi yang lebih rendah ini dianggap sebagai tanda perubahan peran gender. Namun, apakah ini merupakan tanda kemajuan atau justru menimbulkan tekanan sosial baru pada perempuan?

Fenomena hipogami, yang merupakan kebalikan dari hipergami, mulai meningkat di Indonesia. Jumlah pernikahan hipogami meningkat dari 12% pada tahun 2020 menjadi 18% pada tahun 2025, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Meskipun tidak dapat dianggap sebagai kebiasaan, kecenderungan ini tidak boleh diabaikan.

Gregorius Ragil Wibawanto, S.Sos., MAPS, seorang peneliti dan pemerhati isu sosial, menyatakan, "Untuk menyatakan sebagai sebuah kelaziman di Indonesia, sepertinya terlalu tergesa-gesa, meskipun secara umum dapat dikatakan ada peningkatan tren."

Dia menjelaskan, tidak ada pergeseran tiba-tiba dari hipergami ke hipogami. Ini disebabkan oleh peningkatan akses perempuan ke pendidikan dan dunia kerja, yang memberi mereka posisi sosial dan ekonomi yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

"Kondisi ini juga menghadapi masalah, meskipun belakangan situasi pendidikan dan lapangan kerja semakin berat untuk diakses,” jawab kepada Okezone, Senin (2/6/2025).

Apakah perempuan dengan status sosial tinggi memilih pasangan dengan status sosial lebih rendah karena takut tidak akan menemukan jodoh? Ragil menolak gagasan itu.

"Saya tidak percaya ini. Bicara pernikahan perlu melihat jejaring sosial, nilai keluarga, dan orientasi masa depan. Artinya, keputusan untuk memilih pasangan lebih rumit dan tidak semata-mata tentang status."

Read Entire Article
Desa Alam | | | |