Kerajaan Singasari (foto: freepik)
KERTANAGARA, Raja Singasari konon dihabisi oleh pasukan Jayakatwang dari Kediri saat pesta minuman keras (miras). Pesta miras itu dijadikan bagian dari ritual yang dianut oleh sang raja, dan beberapa pejabat istana Singasari.
Menariknya, ritual pesta miras itu juga disaksikan oleh pendeta Siwa Buddha. Konon hal ini jadi bagian dari upacara memuja Bhairawa yang dilakukan para penganut Tantrayana. Beberapa pendapat ada dua jalur Tantrayana yang dianut saat itu.
Dua jalur besar yakni Tantra kiri atau pangiwan dan Tantra kanan atau panengen. Dua basan atau kemanunggalan, yaitu mencapai tingkatan tertinggi yang disebut nirguna-tantra, suatu keadaan di mana tidak ada lagi identitas individual dan semuanya lebur dalam Kesadaran Semesta yang sunya atau suwung.
Dikutip dari buku "Pararaton : Biografi Para Raja Singhasari - Majapahit", jalur pertama yaitu Tantra Kiri, sering dianggap sesat oleh sebagian orang, karena praktik-praktik ritualnya yang lebih erotis dan berusaha me-naklukkan hal-hal sensual dengan cara radikal. Cara-cara demikian bertujuan untuk mencapai kemanunggalan dengan lebih dulu menaklukkan rasa takut dalam diri.
Oleh karena itu, praktik Tantra Kiri sering pula berhubungan dengan hal-hal yang menyeramkan, misalnya ritual dilaksanakan di kuburan. Adapun istilah yang digunakan untuk menyebut praktik ritual Tantra Kiri ialah Pañcamakalapūjā, yaitu lima cara untuk mencapai sensasi rohani menuju puncak penyatuan mistik, meliputi mada, yaitu menenggak minuman keras sepuasnya, matsya, makan ikan sepuasnya.