Ilustrasi (Foto: Ist)
PUTRA mahkota Kerajaan Mataram konon pernah mengadakan serangan pemberontakan ke keraton. Serangan ini muncul karena timbul konflik antar putra mahkota dan adik Sultan Agung, yang bertakhta di Mataram saat itu.
Gubernur Jenderal Belanda kala itu Van Goens mengisahkan, bagaimana perselisihan itu muncul di keraton. Sang putra mahkota itu nekat melakukan pemberontakan karena hasutan dari Tumenggung Pasisingan dan anaknya, Tumenggung Agrayuda.
Tumenggung Pasisingan dan Tumenggung Agrayuda mengobarkan nafsu Pangeran Alit untuk menjadi raja. Mereka memberi jaminan kepada Pangeran Alit bahwa separuh Mataram berpihak kepadanya. Kesempatan untuk merebut kekuasaan pada saat itu bagus sekali, karena suasana dalam keraton lama masih sepi sekali.
Semuanya sedang sibuk membangun keraton baru. Dikatakan dalam Serat Kandha, yang dikutip dari buku "Disintegrasi Mataram : di Bawah Mangkurat I", Tumenggung Silingsingan, yang marah karena kecurigaan Raja, mengingatkan adik Raja bahwa Sultan Agung pernah berkata ketika itu bahwa ia "harus turut menikmati keuntungan-keuntungan dan pendapatan-pendapatan Mataram".
Maka kesempatan itu diminta oleh Tumenggung Silisingan dan koleganya untuk dimanfaatkan oleh Pangeran Alit. Saat itu memang usia sang putra mahkota baru 19 tahun sehingga secara emosional masih belum matang.