Purbaya Sindir Pertamina soal Kilang Minyak hingga RI Tetap Impor BBM (Foto: Okezone)
JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyindir PT Pertamina (Persero) terkait proyek kilang-kilang yang tidak kunjung rampung hingga saat ini. Padahal proyek tersebut telah dicanangkan sejak periode pertama Pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo.
Setidaknya ada 7 proyek kilang yang dimaksud oleh Purbaya yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Terdiri dari RDMP RU (Refinery Unit) IV Cilacap, RDMP RU VI Balongan, RDMP RU III Plaju, RDMP RU V Balikapapan, RDMP RU II Dumai, Grass Root Refinery (GRR) Tuban, dan GRR Bontang.
"Jadi kilang itu bukan kita enggak bisa bikin, atau kita enggak bisa bikin proyeknya, cuma Pertamina malas-malasan saja," kata Purbaya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI (30/9/2025).
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, pembangunan kilang bukan menjadi solusi tunggal untuk menekan impor BBM. Justru menurutnya pembukaan kilang baru malah berpotensi meningkatkan impor minyak mentah, meski di satu sisi impor produk BBM bisa dikurangi.
Dia mengatakan kapasitas produksi minyak di RI sendiri masih jauh lebih rendah dari kapasitas produksi kilang. Saat ini kapasitas produksi kilang di Indonesia tembus 1,1 juta barel per hari, sementara kapasitas produksi minyak mentahnya sendiri masih sekitar 578 ribu barel per hari.
"Harus diperhatikan juga, dengan bangun kilang, kita itu juga tetap akan impor bahkan bisa lebih banyak, bangun kilang itu akan mengurangi impor BBM, tapi karena produksi minyak mentah kita itu turun, maka nanti tetap saja harus impor minyak mentah," ujarnya saat dihubungi Okezone, Jakarta, Minggu (5/10/2025).
Menurutnya, pembangunan kilang bukan hanya perkara teknis, tetapi juga soal keekonomian jangka panjang. Kilang minyak memerlukan biaya investasi yang sangat besar dan usia pengoperasiannya bisa mencapai puluhan tahun. Karena itu, perlu perhitungan matang apakah proyek tersebut benar-benar akan menguntungkan di masa depan.
"Kalau produksi minyak mentah domestik masih stagnan di kisaran 500-600 ribu barel per hari, sementara kapasitas kilang terus bertambah hingga 1,2-1,3 juta barel per hari, maka impor minyak mentah tetap harus dilakukan. Memang lebih murah dibanding impor BBM, tapi tetap saja Indonesia menjadi importir," jelasnya.