Cium Tangan Guru dalam Islam, Ini Penjelasannya

5 hours ago 3

Cium Tangan Guru dalam Islam, Ini Penjelasannya

Cium Tangan Guru dalam Islam, Ini Penjelasannya (Ilustrasi/Freepik)

JAKARTA - Santri umumnya mencium tangan guru, ustadz, dan kiai. Hal ini sudah menjadi tradisi. Mengenai hal ini, apakah ada dalil soal mencium tangan guru? 

Mencium tangan saat bersalaman bukanlah praktik baru dalam sejarah Islam. Dalam satu riwayat disebutkan, para sahabat pernah mencium tangan bahkan kaki Nabi Muhammad sebagai wujud penghormatan:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ خُلَيْدٍ ، قَالَ : نا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى الطَّبَّاعُ ، قَالَ : نا مَطَرُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الأَعْنَقُ ، عَنْ أُمِّ أَبَانَ بِنْتِ الْوَازِعِبْنِ الزَّارِعِ ، عَنْ جَدِّهَا الزَّارِعِ ، وَكَانَ فِي وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ قَالَ : لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ ، جَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا ، فَنُقَبِّلُ يَدَيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَيْهِ

Artinya: Telah menceritakan kami, Ahmad bin Khulaid, berkata, telah menceritakan kami, Muhammad bin Isa ath thabba', berkata, telah menceritakan kami Abdurrahman al A'naq, dari Ummu Aban bin al Wazi' bin al Zari', dari kakeknya, al Zari' dan beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, beliau berkata, Ketika sampai di Madinah kami bersegera turun dari kendaraan kami, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi SAW. (HR. Abu Dawud no. 524)

Melansir laman Kemenag, Rabu (29/10/2025), hadis ini menjadi salah satu dasar ulama dalam membolehkan mencium tangan orang yang dimuliakan karena keilmuan atau ketakwaannya.

1. Boleh Selama Tak Berlebihan

Sejumlah ulama besar memberi penjelasan mengenai hukum mencium tangan. Syekh Zakaria al-Anshari dalam kitab Asna al-Mathalib, j. III, h. 114 menyebutkan, mencium tangan karena ilmu dan ketakwaan adalah diperbolehkan. Sementara bila karena kedudukan duniawi atau dilakukan secara berlebihan, hukumnya makruh.

وَيُسْتَحَبُّ تَقْبِيلُ يَدِ الْحَيِّ لِصَلَاحٍ وَنَحْوِهِ من الْأُمُورِ الدِّينِيَّةِ كَزُهْدٍ وَعِلْمٍ وَشَرَفٍ كما كانت الصَّحَابَةُ تَفْعَلُهُ مع النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم كما رَوَاهُ أبو دَاوُد وَغَيْرُهُ بِأَسَانِيدَ صَحِيحَةٍ وَيُكْرَهُ ذلك لِغِنَاهُ وَنَحْوِهِ من الْأُمُورِ الدُّنْيَوِيَّةِ كَشَوْكَتِهِ وَوَجَاهَتِهِ عِنْدَ أَهْلِ الدُّنْيَا لِخَبَرِ من تَوَاضَعَ لِغَنِيٍّ لِغِنَاهُ ذَهَبَ ثُلُثَا دِينِهِ

Artinya: Dan disunahkan mencium tangan orang yang masih hidup karena kebaikannya dan sejenisnya yang tergolong kebaikan-kebaikan yang bersifat ‘diniyyah' (agama), kealimannya, kemuliaannya sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat pada baginda nabi Muhammad shallallaahu alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Abu Daud dan lainnya dengan sanad hadits yang shahih. Dan dimakruhkan mencium tangan seseorang karena kekayaannya atau lainnya yang bersifat duniawi seperti lantaran butuh dan hajatnya pada orang yang memiliki harta dunia berdasarkan hadits “Barangsiapa merendahkan hati pada orang kaya karena kekayaannya hilanglah 2/3 agamanya”.

Sementara untuk praktik yang berlebihan seperti saling berangkulan hingga mencium wajah atau kepala saat bertemu disebutkan dalam lanjutan kitab Asna al-Mathalib sebagai tindakan yang dihukumi makruh:

وَتُكْرَهُ الْمُعَانَقَةُ وَالتَّقْبِيلُ في الرَّأْسِ وَالْوَجْهِ وَلَوْ كان الْمُقَبِّلُ أو الْمُقَبَّلُ صَالِحًا

Artinya: Makruh saling berangkulan dan mencium kepala serta wajah saat bertemu meskipun orang yang mencium/yang dicium adalah orang shalih.

Pendapat serupa disampaikan Imam Nawawi dalam al-Majmu’. Ia menegaskan, mencium tangan boleh selama tidak disertai unsur kesyirikan atau pengagungan yang melampaui batas.

“Islam membedakan antara adab dan pengkultusan. Menghormati guru boleh, tapi tidak boleh sampai menganggapnya memiliki kekuatan khusus,” jelas Imam Nawawi dalam kitabnya.

Read Entire Article
Desa Alam | | | |