Kaleidoskop 2025: Reshuffle Kabinet Prabowo, Antara Konsolidasi Kekuasaan dan Tuntutan Kinerja

4 hours ago 2

Awaludin , Jurnalis-Kamis, 25 Desember 2025 |16:49 WIB

 Reshuffle Kabinet Prabowo, Antara Konsolidasi Kekuasaan dan Tuntutan Kinerja

Prabowo Subianto saat rapat bersama kabinet merah putih (foto: Biro Pers Kepresidenan)

SEPANJANG 2025, isu reshuffle kabinet Presiden Prabowo Subianto menjadi salah satu narasi politik yang paling konsisten mewarnai ruang publik. Reshuffle hadir sejak awal masa pemerintahan, mengiringi langkah-langkah konsolidasi kekuasaan, hingga menjelang akhir tahun ketika publik mulai menakar capaian nyata kabinet yang dibentuk dengan dukungan koalisi besar. Reshuffle tak lagi dipandang sekadar perombakan personalia, melainkan simbol arah dan watak kepemimpinan Prabowo di tahun pertamanya memimpin Indonesia.

Wacana perombakan kabinet muncul seiring meningkatnya ekspektasi publik terhadap pemerintahan baru. Janji percepatan pembangunan, penguatan ketahanan pangan, stabilitas ekonomi, dan modernisasi pertahanan menjadi tolak ukur awal kinerja menteri. 

Dalam perjalanan 2025, sejumlah kementerian menuai sorotan, baik karena dinilai belum bergerak cepat, maupun karena terseret dinamika politik internal. Di titik inilah reshuffle menjadi topik yang berulang: apakah Prabowo akan mengedepankan evaluasi kinerja secara tegas, atau memilih menjaga keseimbangan politik koalisi.

Tahun 2025 menjadi masa uji coba awal bagi para menteri dalam menerjemahkan visi presiden ke dalam kebijakan konkret. Setiap pernyataan Prabowo tentang disiplin, kerja cepat, dan loyalitas pada program nasional kerap ditafsirkan sebagai sinyal akan adanya evaluasi menyeluruh. Namun, di sisi lain, besarnya koalisi pendukung membuat setiap opsi reshuffle selalu beririsan dengan kalkulasi politik.

Sepanjang tahun, reshuffle kabinet juga menjadi cermin relasi Prabowo dengan partai-partai koalisi. Sebagai pemimpin dengan latar belakang militer dan gaya kepemimpinan yang dikenal tegas, Prabowo dihadapkan pada tantangan menjaga otoritas presiden tanpa mengabaikan stabilitas politik. Setiap isu pergantian menteri dibaca sebagai sinyal: seberapa jauh presiden siap “mengorbankan” kepentingan politik demi efektivitas pemerintahan, dan seberapa kuat posisi presiden dalam menentukan arah kabinetnya sendiri.

Read Entire Article
Desa Alam | | | |