Fahmi Firdaus
, Jurnalis-Senin, 22 Desember 2025 |15:07 WIB

Menag: Perbedaan Teknis Hisab Rukyat Perlu Dijawab dengan Fikih dan Teknologi
JAKARTA - Menteri Agama Nasaruddin Umar mengungkapkan, tantangan hisab rukyat di era digital perlu dijawab melalui penguatan fikih dan pemanfaatan teknologi secara seimbang. Menurutnya, pemanfaatan teknologi menjadi kebutuhan untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi, namun tetap harus berpijak pada prinsip-prinsip syariah.
Nasaruddin mengatakan, syiar Islam, termasuk penetapan awal bulan hijriah, harus terus dikembangkan seiring dinamika dan kemajuan zaman.
“Semakin canggih teknologi, semakin penting kita beradaptasi. Namun perlu diingat, urusan agama bukan semata teknologi, melainkan syariah,” ujarnya saat kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Hisab Rukyat di Wajo, Sulawesi Selatan, dikutip, Senin (22/12/2025).
Dia mengingatkan bahwa penentuan awal bulan memiliki landasan syariah yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. “Berpuasalah ketika melihat bulan dan berbukalah ketika melihat bulan,” tuturnya.
Nasaruddin mengakui adanya perbedaan pandangan di kalangan umat Islam terkait penggunaan rukyat dan hisab. Di Indonesia, pendekatan penetapan awal bulan memberi ruang bagi hisab sebagai bagian dari ikhtiar ilmiah yang mendukung proses pengambilan keputusan keagamaan.
“Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar. Silakan berbeda, tetapi jangan sampai perbedaan tersebut berkembang menjadi konflik,” tegasnya.
Nasaruddin berharap, berbagai perbedaan teknis dalam praktik hisab rukyat dapat dikelola secara ilmiah, objektif, dan beradab.


















































