Binti Mufarida
, Jurnalis-Minggu, 21 September 2025 |15:08 WIB
Presiden Prabowo Subianto (Foto: Arif Julianto/Okezone)
JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto akan berpidato di Sidang Umum ke-80 PBB di New York, Amerika Serikat, pada Selasa, 23 September 2025 mendatang. Kehadiran Presiden Prabowo menjadi momen bersejarah, karena mengulang jejak perjuangan diplomasi sang ayah, almarhum Sumitro Djojohadikusumo.
Menurut pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal, kehadiran Presiden Prabowo di forum PBB merupakan kelanjutan tradisi keluarga pejuang diplomasi.
“Kami rakyat Indonesia berharap, sebagaimana almarhum Prof. Sumitro, Presiden Prabowo dapat terus memperjuangkan upaya dunia untuk memperkokoh multilateralisme,” ujar Dino, dikutip Minggu (21/9/2025).
Sumitro pernah memimpin delegasi Indonesia di PBB pada periode 1948–1949, masa yang sangat menentukan perjalanan sejarah Bangsa Indonesia dan posisinya di dunia. Salah satu kiprah diplomasi paling monumental yang dicatat Sumitro adalah memorandum yang dikirim dari Kantor Perwakilan RI di PBB kepada Pejabat Menteri Luar Negeri AS, Robert A. Lovett.
Memorandum yang kemudian dimuat di The New York Times pada 21 Desember 1948, mengecam agresi militer Belanda sebagai ancaman terhadap upaya membangun ketertiban dunia. Agresi itu juga dianggap sebagai pelanggaran keras terhadap Perjanjian Renville serta perundingan lain antara Indonesia dan Belanda, sekaligus mencederai legitimasi PBB.
Tak berhenti di situ, Sumitro melakukan berbagai upaya diplomatik, termasuk membangun dukungan dari negara-negara Asia. Pada pertemuan di India, Januari 1949, ia berhasil menggalang solidaritas negara-negara Asia untuk menghentikan agresi Belanda dan menuntut pembebasan para pimpinan Republik.
Puncaknya, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar pada Desember 1949. Setahun kemudian, tepat pada 17 Agustus 1950, Republik Indonesia Serikat resmi menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.