Arie Dwi Satrio
, Jurnalis-Jum'at, 26 September 2025 |07:27 WIB
Ilustrasi (Foto: Dok)
JAKARTA - Guru Besar (Gubes) Ilmu Hukum Universitas Lampung (Unila), Prof Rudy menyoroti kewenangan Menteri Agama (Menag) dalam mengelola kuota haji. Menurutnya, penetapan kuota tambahan merupakan atribusi Menag yang diatur dalam undang-undang.
Hal itu diungkapkan terkait dengan dugaan korupsi kuota haji yang tengah diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rudy mengatakan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) hadir sebagai instrumen hukum yang memastikan tata kelola kuota haji berjalan adil, transparan, dan akuntabel. Aturan itu juga tertuang dalam Pasal 9 UU PIHU.
"Kewenangan Menteri Agama dalam menetapkan kuota tambahan bersifat atribusi, diberikan langsung oleh undang-undang, sehingga bukan merupakan perbuatan melawan hukum," ujarnya, Kamis (25/9/2025).
"Kuota tambahan sebagaimana diatur Pasal 9 UU PIHU berdiri sendiri, bersifat dinamis, dan dapat dikelola secara fleksibel sepanjang berlandaskan prinsip keadilan, proporsionalitas, dan kepentingan umum,” sambungnya.
Rudy menjelaskan, pokok analisisnya mendasarkan pada beberapa pertimbangan dalam aturan. Pertama, Pasal 8 UU PIHU-Kuota Dasar yang memberikan kewenangan kepada Menteri Agama untuk menetapkan kuota haji Indonesia setiap tahun, yang terbagi menjadi haji reguler dan haji khusus.
Kemudian, Pasal 9 UU PIHU-Kuota Tambahan; Ayat (1) menegaskan kewenangan atribusi Menteri untuk menetapkan tambahan kuota yang diberikan Arab Saudi. Sedangkan, Ayat (2) memberi ruang pengaturan teknis melalui Peraturan Menteri, dengan tetap menjunjung asas transparansi dan keadilan.
"Pasal ini memadukan beschikking (penetapan konkret) dan regeling (pengaturan normatif)," ujarnya.