Tanda-Tanda Psikis Korban NPD dan Kekerasan, Ini Gejala yang Kerap Tak Terlihat, (Foto: Freepik)
JAKARTA - Kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat dari tahun ke tahun. Tak hanya dalam ranah domestik, tetapi juga di ruang publik.
Komnas Perempuan mencatat, sepanjang 2024 terjadi 330.097 kasus kekerasan berbasis gender (KBG), naik 14,17% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari jumlah tersebut, kekerasan seksual, psikis, fisik, hingga ekonomi mendominasi laporan yang masuk.
Namun di balik angka-angka tersebut, terdapat luka tak kasat mata yang sering kali luput dari perhatian, yakni trauma psikologis yang dialami para penyintas.
Salah satu bentuk kekerasan yang kini mulai banyak dibicarakan adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu dengan Narcissistic Personality Disorder (NPD).
Berikut ulasan mengenai tanda-tanda psikis korban Kekerasan Emosional dan NPD, Rabu (28/5/2025).
Psikolog Maria M. T. Fernandez menuturkan bahwa dampak kekerasan psikis dan relasional yang dilakukan oleh individu dengan NPD bisa sangat merusak kesehatan mental korban. Selain itu, korban kerap mengalami gangguan relasi yang serius.
“Gejala awal biasanya muncul dari dominasi emosi negatif yang terus-menerus membebani pikiran dan perasaan korban. Mereka menjadi sulit berkonsentrasi, menarik diri dari lingkungan sosial, dan mengalami penurunan performa dalam aktivitas akademik maupun pekerjaan,” ujar Maria.
“Banyak penyintas yang mengaku terus dihantui pikiran dan perasaan tidak nyaman, sehingga tak mampu fokus dalam menyelesaikan masalah sehari-hari, baik di rumah maupun dalam kehidupan sosialnya,” tambahnya.
Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap jenis-jenis kekerasan dan dampak psikis yang ditimbulkannya menjadi tujuan utama Jakarta Anti-Violence Forum 2025 yang digagas Komunitas Broken but Unbroken.
“Gabung dulu aja, nggak harus langsung cerita. Lihat dan dengar dulu. Kalau sudah merasa cukup nyaman, baru pelan-pelan mulai berbagi,” ungkap Kartika.
Terapi Emosional untuk Penyintas
Maria juga menekankan pentingnya terapi dalam proses pemulihan trauma, salah satunya melalui Dialectical Behavioral Therapy (DBT), yakni terapi yang berfokus pada regulasi emosi.
“Dengan terapi DBT, korban diajak untuk mengenali dan memahami perasaan-perasaan tidak nyaman dalam dirinya, agar bisa mengelola reaksi dan perlahan-lahan memulihkan diri,” jelasnya.