Monumen Pancasila Sakti mengenang para jenderal korban kebengisan PKI (Foto: Dok Okezone)
JAKARTA – Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang digawangi Partai Komunis Indonesia (PKI) masih kuat dalam ingatan hingga hari ini, Selasa (30/9/2025). Dalam tragedi berdarah itu, tujuh jenderal menjadi sasaran utama, namun satu berhasil lolos.
Mereka adalah Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Mayjen (Anumerta) Donald Ifar Panjaitan, Letjen (Anumerta) MT Haryono, Letjen (Anumerta) Siswono Parman, Letjen (Anumerta) Suprapto, Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo, serta Kapten CZI (Anumerta) Pierre Tendean.
Oknum tentara yang disusupi PKI berusaha melakukan kudeta untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Tiga dari tujuh jenderal yang menjadi target tersebut, yaitu Ahmad Yani, MT Haryono, dan DI Panjaitan, tewas di rumah mereka. Tiga lainnya, yaitu Soeprapto, Siswono Parman, dan Sutoyo, berhasil ditangkap hidup-hidup.
Sementara itu, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil melarikan diri dengan cara melompati pagar yang berbatasan dengan Kedutaan Besar Irak. Nahas, ajudannya, Pierre Andreas Tendean, berhasil ditangkap. Bahkan, anak perempuan Nasution, Ade Irma Suryani (5), juga menjadi korban tembakan regu sergap dan meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto pada 6 Oktober.
Di malam kelam itu, hingga 1 Oktober 1965 dini hari, jenazah para jenderal yang tewas dan mereka yang masih hidup dibawa ke sebuah rumah di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Mereka disiksa hingga meninggal. Semua jenazah tersebut kemudian dibuang ke dalam sumur kecil dekat lokasi tersebut. Operasi berdarah itu terus dilakukan, dan pagi hari pukul 07.00 WIB, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan pernyataan dari Untung Syamsuri, komandan pasukan Tjakrabirawa yang bertugas mengawal Presiden Soekarno.