PANGKEP SULSEL - Membangun desa bukan hanya soal membangun jalan, jembatan, atau gedung. Lebih dari itu, desa harus menjadi pusat kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan lestari. Selandia Baru menjadi salah satu contoh negara yang berhasil mengelola potensi pedesaan dengan baik. Dari negeri ini kita bisa belajar bagaimana desa mampu menjadi tulang punggung perekonomian sekaligus penjaga kelestarian alam.
Pertama, Selandia Baru terkenal dengan keberhasilannya di sektor pertanian dan peternakan. Mereka tidak sekadar mengandalkan produksi, tetapi juga mengedepankan kualitas. Hasil susu, daging, dan produk pertanian lain diproses hingga memiliki nilai tambah tinggi. Desa di Indonesia pun bisa melakukan hal serupa, dengan mengolah hasil panen menjadi produk unggulan, bukan hanya menjual mentah.
Kedua, keberhasilan desa di Selandia Baru juga ditopang oleh pariwisata berbasis alam. Mereka menjual keindahan lanskap, gunung, dan padang rumput dengan konsep “eco-tourism”. Hal ini bisa ditiru oleh desa di Indonesia yang kaya dengan panorama laut, hutan, sawah, hingga budaya lokal. Jika dikelola baik, wisata desa bisa menjadi sumber ekonomi baru tanpa merusak lingkungan.
Ketiga, masyarakat desa di Selandia Baru tidak berjalan sendiri. Ada dukungan kuat dari koperasi dan lembaga ekonomi rakyat yang menjaga agar keuntungan kembali ke masyarakat. Sistem ini sangat relevan bagi desa di Indonesia, yang sering kali kalah dalam pemasaran karena tidak ada lembaga penopang yang kuat. Dengan koperasi yang transparan, kesejahteraan bisa lebih merata.
Keempat, faktor SDM menjadi penentu. Selandia Baru mengutamakan pendidikan dan pelatihan warga desa, sehingga mereka mampu mengelola potensi dengan pengetahuan modern. Desa di Indonesia juga membutuhkan hal yang sama, baik dalam pertanian, kewirausahaan, maupun pemasaran digital. Tanpa SDM yang siap, potensi sebesar apa pun akan sulit berkembang.
Kelima, desa yang maju harus berani berinovasi. Selandia Baru menggunakan teknologi dalam pertanian dan pemasaran. Desa di Indonesia dapat memanfaatkan media sosial, marketplace, hingga platform digital untuk memperkenalkan produk dan pariwisata desa. Di era digital, keterhubungan dengan dunia luar adalah kunci agar desa tidak tertinggal.
Keenam, pembangunan desa harus tetap berpijak pada kelestarian alam. Selandia Baru menjaga citra “Clean and Green” sebagai identitas nasional. Desa di Indonesia pun perlu memiliki visi yang sama, yakni menjaga hutan, laut, dan rawa-rawa sebagai warisan untuk generasi mendatang. Pembangunan tanpa menjaga lingkungan hanya akan menjadi bom waktu.
Ketujuh, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta menjadi pilar penting. Pemerintah berperan sebagai fasilitator, masyarakat sebagai penggerak utama, sementara swasta bisa menjadi mitra investasi yang mendukung. Jika semua pihak bersatu, pembangunan desa akan lebih kokoh dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, membangun desa ala Selandia Baru bukan berarti meniru mentah-mentah. Kita perlu menyesuaikan dengan kondisi sosial, budaya, dan potensi lokal di Indonesia. Namun prinsip dasarnya sama: desa harus berdaya, lestari, dan sejahtera. Jika desa kuat, maka negara pun akan semakin maju.
Pangkep 23 September 2025
Herman Djide
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan