
Ilustrasi.
JAKARTA – Bencana alam mulai dari letusan gunung berapi hingga banjir dahsyat telah melanda Indonesia dalam beberapa waktu belakangan, menyebabkan kerusakan dan kerugian fisik. Situasi ini membuat para korban dan penyintas kehilangan harta benda mereka, bahkan hingga tidak memiliki apa-apa.
Dalam konteks ini, para penyintas berhak mendapatkan zakat. Tak hanya itu, penerimaan zakat bagi para penyintas menjadi sebuah kebutuhan nyata.
Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, Al-Qur’an memberikan fondasi yang sangat jelas mengenai siapa saja yang menjadi penerima zakat. Pada ayat yang menjadi rujukan pokok, Allah menyatakan:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّ...َكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS At-Taubah: 60).
Kelompok pertama yang disebut adalah al-fuqarā’, para fakir. Para ulama menjelaskan bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki kekayaan dan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.















































