PANGKEP Opini - Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi, kita seringkali lupa bahwa kekuatan sejati bangsa ini tidak hanya terletak pada pusat-pusat kota besar, melainkan pada akar yang tersebar di seluruh penjuru negeri—desa. Desa bukan sekadar tempat tinggal masyarakat agraris, tetapi adalah fondasi sejarah, budaya, dan ekonomi bangsa Indonesia. Di desa tersimpan kekayaan sumber daya alam, kearifan lokal, dan semangat kebersamaan yang belum tentu bisa kita temukan di tempat lain. Maka dari itu, membangun desa secara optimal adalah langkah strategis dan moral untuk memastikan masa depan bangsa yang tangguh dan berkelanjutan.
Membangun dari Pinggiran, Menguatkan dari Akar
Pembangunan desa bukan sekadar membangun infrastruktur fisik seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum, tapi lebih dari itu: pembangunan manusia, pemberdayaan ekonomi lokal, pelestarian lingkungan, dan pelibatan generasi muda dalam transformasi sosial. Desa harus menjadi tempat yang menjanjikan, bukan hanya untuk tinggal, tapi juga untuk tumbuh dan berkarya.
Kita harus mulai melihat desa sebagai ruang hidup yang penuh potensi. Dari hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, hingga industri rumah tangga dan kekayaan budaya lokal—semua itu adalah aset yang belum tergarap maksimal. Banyak desa yang sebenarnya bisa mandiri secara ekonomi jika diberi dukungan yang tepat: akses permodalan, pelatihan kewirausahaan, pendampingan teknologi, serta kemudahan distribusi dan pemasaran.
Potensi Lokal Adalah Kunci
Setiap desa punya ciri khas dan keunggulan masing-masing. Desa di dataran tinggi menawarkan komoditas sayuran dan hortikultura yang berkualitas. Desa pesisir menyimpan potensi hasil laut dan pariwisata bahari. Sementara desa di rawa atau perbukitan bisa menjadi kawasan ekowisata atau konservasi lingkungan. Potensi ini bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal, tetapi bisa menjadi produk unggulan daerah bahkan nasional, jika dikelola dengan baik dan berkelanjutan.
Namun, potensi tidak akan berkembang tanpa strategi pembangunan yang berpihak kepada masyarakat desa itu sendiri. Kita butuh kebijakan yang mendukung penguatan ekonomi desa, seperti BUMDes yang aktif dan inovatif, koperasi yang sehat, serta kemitraan yang adil antara desa dan pelaku industri.
Peran Generasi Muda Sangat Vital
Generasi muda desa hari ini menghadapi dilema: antara bertahan dan membangun desa atau pergi ke kota untuk mencari penghidupan. Sayangnya, banyak yang memilih pergi karena desa dianggap tak punya masa depan. Ini harus kita ubah. Desa harus menjadi ruang harapan, bukan tempat pelarian atau keterbatasan.
Kita perlu menghadirkan ekosistem yang menarik dan mendukung anak-anak muda untuk berkarya di desa: akses internet yang kuat, ruang kreatif, peluang usaha, pendidikan yang relevan dengan kebutuhan lokal, serta ruang partisipasi dalam pengambilan keputusan desa. Ketika pemuda desa merasa memiliki peran dan kesempatan, mereka akan menjadi agen perubahan yang mempercepat kemajuan desa.
Membangun Desa adalah Membangun Bangsa
Kita tak bisa bicara soal kemajuan nasional tanpa membicarakan kemajuan desa. Karena 70% wilayah Indonesia adalah desa, dan mayoritas penduduk hidup di dalamnya. Ketimpangan pembangunan antara kota dan desa harus segera dijembatani, bukan hanya sebagai kewajiban moral, tapi juga sebagai strategi keberlanjutan nasional.
Desa yang optimal adalah desa yang hidup, produktif, inovatif, dan berdaya. Bukan hanya mandiri secara ekonomi, tapi juga kuat secara sosial dan budaya. Desa yang seperti ini akan melahirkan generasi bangsa yang tidak hanya cerdas dan terampil, tetapi juga berakar pada identitas dan nilai-nilai kebangsaan.
Maka hari ini, mari kita gaungkan kembali semangat membangun desa. Bukan sebagai retorika belaka, tapi sebagai komitmen nyata—dari pemerintah, swasta, komunitas, hingga individu. Saatnya kita kembali menoleh ke desa, bukan karena desa lemah, tapi karena di sanalah kekuatan bangsa sesungguhnya berada.
Pangkep 11 April 2025
Penulis
Herman Djide, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Pangkep